NAMA : MELIANA PARYANTI
NIM : 2201670117
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
FILOSOFI PENDIDIKAN NASIONAL
PERJALANAN PENDIDIKAN NASIONAL
Perjalanan
Pendidikan Nasional- perjalanan pendidikan nasional bangsa Indonesia pastinya
tidak lepas dari peran para tokoh pejuang pendidikan bangsa Indonesia. Salah satu
tokoh pendidikan yang sangat terkenal ialah Ki Hadjar Dewantara. Ki Hadjar
Dewantara juga dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Bahkan hari lahir
beliau tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional, hari yang
merefleksikan tentang perjuangan seorang guru dan pendidikan di bumi
pertiwi. Sosok Ki Hajar Dewantara tidak bisa kita lepaskan dari perjalanan
panjang pendidikan Indonesia. Ki Hajar Dewantara merupakan pioner dan pelopor
terbentuknya sistem pendidikan di Indonesia. Pendidikan merupakan sesuatu yang
sangat berpengaruh dalam menuntun para generasi penerus bangsa agar dapat
menjadi individu yang merdeka. Oleh karena itu, sebagai guru nantinya sebelum
kita dapat mendidik seorang individu kita tentunya harus mengetahui bagaimana
perjalanan pendidikan yang terjadi di Indonesia. Berikut adalah rangkuman
perjalanan pendidikan nasional di Indonesia:
Perjalanan
Pendidikan Sebelum Kemerdekaan (Zaman Kolonial Belanda)
Bangsa
Hindia Belanda datang ke Indonesia awalnya untuk berdagang di pulau jawa dan kemudian
mereka menciptakan kekuasaan baru setelah berakhirnya kekuasaan Portugis pada
akhir abad ke-16. Bangsa Belanda menganggap bahwa agama Katholik yang
disebarkan oleh para Portugis perlu digantikan dengan agama Protestan yang mereka
anut. Dari pemahaman inilah bangsa Belanda mendirikan sekolah-sekolah keagamaan
terutama di daerah yang dulunya telah terpengaruh agama Katholik oleh Portugis.
Sekolah pertama yang didirikan oleh Belanda berada di Ambon yaitu sekolah VOC yang
didirikan pada tahun 1607. Sistem pembelajaran yang diberikan oleh Belanda yaitu
hanya membaca, menulis dan sembahyang. Sedangkan guru pendidik juga berasal
dari Belanda bukan orang pribumi.
Pada
masa penjajahan Kolonial membuat pendidikan di indonesia menjadi terabaikan. Pemerintah
Kolonial sangat tahu resiko jika mencerdaskan bangsa terjajah merupakan upaya
yang berbahaya bagi mereka karena nantinya akan mengancam stabilitas pemerintahannya
dikemudian hari. Oleh karena itu, untuk menguntungkan bangsa kolonial yaitu dengan
mereka membatasi sarana pendidikan seperti jumlah sekolah dan kesempatan
menimba ilmu bagi para generasi Indonesia. Ini menyebabkan para generasi muda
di Indonesia tidak terbuka pemikirannya ke arah kemerdekaan bangsanya.
Pendidikan
yang tersedia pada saat itu juga hanya terbatas untuk kalangan tertentu, tidak
untuk semua lapisan masyarkat Indonesia. Ada beberapa pendidikan yang
dikhususkan untuk rakyat Indonesia seperti Hollandsch-Inlandsche School (HIS)
dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Akan tetapi, kedua lembaga sekolah
tersebut tidak dapat menampung semua generasi muda Indonesia pada masa itu.
Mereka yang bisa bersekolah di HIS dan MULO pada umumnya adalah keturunan
ningrat, anak pegawai pemerintah Belanda, atau anak pedagang kaya. Sedangkan
anak petani pada umumnya tidak bersekolah. Kenyataan ini tentu tidak sejalan
dengan keyakinan bahwa pendidikan adalah kata kunci untuk mencerdaskan dan
bahkan memerdekakan anak manusia. Hal ini menjadi alasan kuat bagi Ki Hadjar
Dewantara untuk memajukan pendidikan di Indonesia.
Terabaikannya
mayoritas generasi muda Indonesia dari dunia pendidikan merupakan alasan
mendasar perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Selain itu dengan kondisi sekolah yang
ada di tanah air saat itu yang menguntungkan Pemerintah Kolonial juga menjadi
alasan bagi Ki Hadjar Dewantara untuk mendirikan Perguruan Taman Siswa. Pada
masa itu para pemuda yang bersekolah di HIS dan MULO diajar dan didik sesuai
dengan sistem pendidikan pemerintahan kolonial dimana konten pelajaraan yang
diberikan merupakan upaya agar generasi Indonesia melupakan dan merendahkan
diri dan martabat bangsanya sendiri. Maka beliau bercita-cita meningkatkan kesadaran
generasi muda untuk menegakkan derajat dan martabat bangsanya. Beliau yakin,
jika generasi Indonesia pada masa itu cerdas maka mereka akan menjadi pembangun
kesadaran bangsa untuk bangkit berjuang melawan segala bentuk penindasan dan
merebut kemerdekaan.
Lahirnya
Perguruan Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara ini menjadi
tandingan bagi sekolah milik Pemerintah Kolonial. Perguruan Taman Siswa ini
sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka
mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Ki
Hadjar Dewantara bertekad untuk menyebarkan semangat tentang pendidikan kepada
generasi muda. Dalam pandangan beliau upaya untuk mendidik kaum muda merupakan
syarat utama dalam membebaskan diri dari jeratan penjajah. Pendidikan yang mendasarkan kebudayaan
nasional dapat menghindarkan dari kebodohan. Pendidikan yang ada pada masa
kolonial tidak mencerdaskan, melainkan mendidik manusia untuk tergantung pada
nasib dan bersikap pasif. Keinginan
untuk merdeka harus dimulai dengan mempersiapkan generasi indonesia yang bebas,
mandiri, dan pekerja keras. Hal ini untuk mempersiapkan agar kelak Indonesia menjadi
bangsa yang mandiri, sadar akan kemerdekaan, sehingga kemerdekaan itu dimiliki
oleh orang yang terdidik dan memiliki jiwa yang merdeka.
Ki
Hadjar Dewantara memiliki strategi pengembangan pendidikan yaitu pandangan
mengenai jiwa merdeka yang harus ditanamkan pada generasi penerus
karena hanya mereka
yang berjiwa merdeka yang
dapat melanjutkan perjuang
dan mempertahankan kemerdekaan
bangsa Indonesia sehingga dibutuhkan pendidikan
nasional dan pendidikan
merdeka pada anak-anak
untuk memperjuangkan kemerdekaan
nasional, yaitu merdeka secara lahir dan batin.
Perjalana
Pendidikan Setelah Kemerdekaan
Pendidikan
nasional bangsa Indonesia setelah kemerdekaan berubah menjadi lebih baik lagi. Fokus
utama pendidikan nasional setelah merdeka yaitu mencerdaskan dan meningkatkan
kualitas bangsa. Sesuai dengan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terkait
mencerdaskan bangsa. Pendidikan setelah kemerdekaan mengarah pada perubahan proses
pembelajaran dan landasan pendidikan. Menghilangkan paham-paham pendidikan dari
Belanda, sehingga peserta didik Indonesia memiliki ciri tersendiri dalam dunia
pendidikan. Pembelajaran dilaksanakan dengan menambahkan berbagai budaya bangsa
Indonesia yang dapat diwariskan kegenarasi selanjutnya.
Setelah
kemerdekaan, bangsa Indonesia juga membentuk panitia Penyelidik Pengajaran
Republik Indonesia yang bertugas untuk meninjau lebih lanjut tentang masalah
pendidikan dan pengajaran anak-anak dari tingkat taman kanak-kanak hingga
perguruan tinggi. Selain itu, panitia ini juga bertugas dalam bidang erkait
rencana pelajaran, organisasi pemeliharaan isi pendidikan dan pengajaran. panitia
Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia menyusun sistem dan struktur
pendidikan baru, yang bertujuan untuk dapat mendidik dan memberikan pengetahuan
kepada generasi bangsa. Intinya pendidikan pada masa setelah kemerdekaan bangsa
Indonesia, bangsa Indonesia mencoba untuk menghilangkan paham-paham pendidikan Belanda
sehingga nantinya peserta didik bangsa Indonesia memiliki ciri khas sendiri
sesuai dengan kebudayaan bangsa. Pembelajaran pada masa ini di desain
sedemikian rupa supaya budaya bangsa Indonesia terus dapat diwariskan kepada
generasi selanjutnya.
Pendidikan
pada masa abad ke-21
Pendidikan
di Indonesia pada abad ke-21 menjadikan abad globalisasi. Pada saat ini,
pembelajaran tidak terfokus pada kebudayaan lagi. Akan tetapi, berfokus pada
sikap berpikir kritis dan pemecahan masalah, kecakapan komunikasi, kreativitas
dan inovasi, serta kolaborasi atau Kerjasama. Pada zaman ini teknologi merupakan
sarana utama dalam dunia pendidikan. Sebagai seorang guru, kita perlu
meningkatkan pemahaman kemampuan adaptasi teknologi serta dapat memanfaatkan
teknologi untuk mengembangkan pembelajaran.
Refleksi Dari Perjalanan Pendidikan Nasional:
Dari
perjalanan pendidikan nasional bangsa Indonesia ini kita sebagai generasi
penerus harus merasa bersyukur karena adanya para tokoh pendidikan yang
berperan penting dalam kemajuan pendidikan bangsa Indonesia ini. Selain itu, kita
juga harus terus meneruskan perjuangan para pahlawan pendidikan. Dari perjalanan
pendidikan nasional ini kita dapat merefleksikan diri yaitu ketika nantinya
menjadi seorang guru kita harus mempu mengembangkan kompetensi yang ada pada
diri kita supaya nantinya dalam mendidik anak-anak kita dapat memahami mereka
dan mengembangkan potensi yang ada dengan baik.